Di wilayah Indonesia atau Melayu yang pernah dijajah Inggris, kata tersebut mengalami metamorfosa pelafalan menjadi skol kep menjadi song kep dan sampai menjadi song kok. Kata songkok pernah populer di era kebangkitan nasional.
Kopiah atau peci tidak melulu berwarna putih atau hitam polos melainkan memiliki berbagai macam warna motif. Beberapa muslim di antarannya ada yang menutupi kopiah dengan menggunakan sorban. Dalam bahasa Arab disebut imamah.
Kopiah atau peci tidak melulu berwarna putih atau hitam polos melainkan memiliki berbagai macam warna motif. Beberapa muslim di antarannya ada yang menutupi kopiah dengan menggunakan sorban. Dalam bahasa Arab disebut imamah.
Peci, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian sebagai penutup kepala untuk pria. Terbuat dari kain atau bahan lain dibentuk meruncing kedua ujungnya. Sebutan lainnya, yakni kopiah atau songkok. Sedangkan, di belahan dunia lain seperi Eropa dan Amerika masyarakatnya menyebut kopiah atau peci itu dengan nama Kufi. taqiyat, topi fez, songkok, dan lainnya.
Meski ketiganya berfungsi sama sebagai penutup kepala, sejarahnya berbeda-beda. Peci misalnya, dalam sejarah pada masa penjajahan Belanda disebut Petje. Yaitu, dari kata Pet yang diberi imbuhan je.
Sedangkan kopiah diadopsi dari bahasa Arab, kaffiyeh atau kufiya. Namun, wujud asli kaffiyeh berbeda dengan kopiah. Sementara, songkok dalam bahasa Inggis dikenal istilah skull cap atau batok kepala topi, sebutan oleh Inggris bagi penggunanya di Timur Tengah.
Dalam Islam, penutup kepala itu akan menyempurnakan ibadah shalat. Diriwayatkan dalam sebuah hadis dari buku Abu Dawud dan Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda, "Perbedaan antara kami dan kaum musyrik adalah sorban."
Di dunia, termasuk di Indonesia, penutup kepala peci atau kopiah ini merupakan identitas seorang muslim
Peci dipopulerkan oleh presiden pertama kita, yaitu Ir. Soekarno yang lebih dikenal dengan nama Bung Karno. Bung Karno pertama kali memakai peci saat usianya masih sekitar 20 tahun. Saat itu beliau menghadiri rapat Jong Java di Surabaya pada Juni 1921. Keraguan sempat menghampiri Bung Karno saat akan memasuki ruang rapat pertama kalinya dengan peci hitam di kepala. Namun dengan menekadkan diri bahwa dirinya adalah pemimpin bukan pengekor. Maka masuklah Bung Karno ke ruang rapat.
Semua yang rapat terdiam sunyi, namun Bung Karno memecah kesunyian dengan mengatakan : ”…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia". Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka.”.
Sejak saat itu Bung Karno selalu memakai peci ke manapun beliau pergi di depan publik kemudian menjadi simbol nasionalisme, yang mempengaruhi cara berpakaian kalangan intelektual, termasuk pemuda Kristen.
Pada saat itu, kaum cendekiawan, pro-pergerakan nasional memang enggan memakai penutup kepala seperti blangkon (bila menemukan gambar Wahidin dan Cipto Mangunkusumo memakai blangkon itu sebelum 1920).
Hal ini dikarenakan saat di sekolah STOVIA, Belanda menetapkan aturan siswa pribumi tidak boleh memakai baju Eropa hingga akhirnya siswa pribumi memakai sarung batik dan blangkon. Namun aturan ini tidak berlaku bagi suku Maluku dan Manado yang beragama Kristen, siswa tersebut boleh memakai baju Eropa. Hal ini menunjukkan usaha Belanda untuk membagi-bagi penduduk berdasarkan etnis dan agama. Sehingga para aktivis pergerakan nasional menolak memakai blangkon karena menolak politik Belanda. Akhirnya Bung Karno memilih peci sebagai identitas bangsa Indonesia.
Sebenarnya Bunga Karno bukan orang pertama yang memakai peci. Pada tahun 1913, rapat SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) di Den Haag mengundang tiga politisi, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Ketiganya menunjukkan identitas masing-masing. Ki Hajar menggunakan topi fez Turki berwarna merah yang kala itu populer di kalangan nasionalis. Tjipto mengenakan kopiah dari beludru hitam. Sedangkan Douwes Dekker tak memakai penutup kepala. Namun memang diakui bahwa Bung Karno adalah orang yang mempopulerkan pemakaian peci ini.
Peci ini sendiri diperkenalkan oleh pedagang Arab di sekitar Kepulauan Malaya sekitar abad ke-13. Orang Melayu di Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan selatan Thailand menyebutnya songkok namun kebanyakan orang Indonesia menyebutnya peci.
Jadi sebenarnya peci itu bukanlah sebuah simbol agama, tapi merupakan simbol budaya dari bangsa Indonesia khususnya dan bangsa Melayu pada umumnya. Lalu kenapa muslim pria mengenakan peci saat beribadah? Ini dimaksudkan untuk menutup kepala dari tertutupnya rambut di saat sujud ketika shalat. Dan di beberapa negara memiliki penutup kepala sendiri yang dikenakan dalam shalat, seperti kain sorban oleh orang Arab, peci panjang orang Turki, bahkan di India pun juga berbeda.
Kini seiring perkembangan zaman, peci hitam tidak tampil polos saja namun dihias dengan berbagai bordiran yang menarik. Sungguh suatu identitas bangsa yang patut dilestarikan.
sumber : http://www.lebaran.com/asli-indonesia/item/359-asal-usul-peci.html, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/15/06/18/nq4r8s-asal-muasal-peci-kopiah-dan-songkok