Kang Muhammad Khusen Yusuf menuliskan bahwa seorang senior HMI pernah
bercerita. Ia pernah mengundang Gus Dur pada suatu seminar.
Dan lazimnya narasumber seminar, Gus Dur diminta untuk menuliskan makalah.
Sampai H-1, makalah yang ditunggu panitia belum juga datang. Senior HMI itu kemudian mendatangi kediaman Gus Dur di Ciganjur. Sayang, Gus Dur belum juga menulis makalah pesanan panitia.
Dan lazimnya narasumber seminar, Gus Dur diminta untuk menuliskan makalah.
Sampai H-1, makalah yang ditunggu panitia belum juga datang. Senior HMI itu kemudian mendatangi kediaman Gus Dur di Ciganjur. Sayang, Gus Dur belum juga menulis makalah pesanan panitia.
“Besok aja ya. Sebelum seminar dimulai saya tulis. Tolong siapkan mesin ketik,” pesan Gus Dur kepada si panitia itu.
Esoknya, GusDur datang ke lokasi seminar sekitar 2 jam sebelum acara dimulai. Ia langsung mojok di depan mesin tik yang disiapkan panitia. Taktiktuk taktiktuk. Gus Dur terlihat serius menulis makalah.
Si panitia, senior HMI itu hanya mengamati. Tak berani menyapa.
“Ini makalahnya sudah selesai. Tolong di-fotokopi,” kata Gus Dur.
“Baik, Gus.”
Si Panitia kaget. Gus Dur menulis makalah dengan banyak catatan kaki lazimnya makalah ilmiah (nama penulis, judul buku, penerbit, tahun penerbit, plus halaman tempat kutipan diambil). Daftar pustaka yang dicantumkan juga tidak sedikit.
“Mak derodok. Gus Dur pasti ngibul. Gua kagak percaya. Masak, gak bawa buku, apalagi bolak-balikin buku, kok bisa nulis catatan kaki lengkap,” kata Si Panitia dalam hati.
Meski tak percaya, Si Panitia tetap men-fotokopi makalah Gus Dur itu. Ia membagikannya ke semua peserta seminar.
Usai seminar, Si Panitia mencari semua buku yang tercatat dalam catatan kaki dan daftar pustaka yang Gus Dur cantumkan dalam makalah. Ia buka satu-satu dan perhatikan halaman yang ditulis Gus Dur dalam catatan kaki.
“Mak! semua catatan kaki itu benar. Kutipan yang Gus Dur cantumkan sesuai seperti dalam buku! Kok bisa? Padahal Gus Dur tidak membawa buku sama sekali.”
Si Panitia kaget bukan kepalang. Apakah Gus Dur hafal banyak buku, kata per kata, kalimat per kalimat, lembar per lembar? Apakah ia bisa mengingat semua yang pernah dibacanya?
=======
Dan orang Karomah seperti itu pun di bilang KAFIR ....
Astaghfirulloh
=======
SHARE...
https://www.facebook.com/306954292811826/photos/a.493681477472439.1073741828.306954292811826/582371631936756/?type=3
Esoknya, GusDur datang ke lokasi seminar sekitar 2 jam sebelum acara dimulai. Ia langsung mojok di depan mesin tik yang disiapkan panitia. Taktiktuk taktiktuk. Gus Dur terlihat serius menulis makalah.
Si panitia, senior HMI itu hanya mengamati. Tak berani menyapa.
“Ini makalahnya sudah selesai. Tolong di-fotokopi,” kata Gus Dur.
“Baik, Gus.”
Si Panitia kaget. Gus Dur menulis makalah dengan banyak catatan kaki lazimnya makalah ilmiah (nama penulis, judul buku, penerbit, tahun penerbit, plus halaman tempat kutipan diambil). Daftar pustaka yang dicantumkan juga tidak sedikit.
“Mak derodok. Gus Dur pasti ngibul. Gua kagak percaya. Masak, gak bawa buku, apalagi bolak-balikin buku, kok bisa nulis catatan kaki lengkap,” kata Si Panitia dalam hati.
Meski tak percaya, Si Panitia tetap men-fotokopi makalah Gus Dur itu. Ia membagikannya ke semua peserta seminar.
Usai seminar, Si Panitia mencari semua buku yang tercatat dalam catatan kaki dan daftar pustaka yang Gus Dur cantumkan dalam makalah. Ia buka satu-satu dan perhatikan halaman yang ditulis Gus Dur dalam catatan kaki.
“Mak! semua catatan kaki itu benar. Kutipan yang Gus Dur cantumkan sesuai seperti dalam buku! Kok bisa? Padahal Gus Dur tidak membawa buku sama sekali.”
Si Panitia kaget bukan kepalang. Apakah Gus Dur hafal banyak buku, kata per kata, kalimat per kalimat, lembar per lembar? Apakah ia bisa mengingat semua yang pernah dibacanya?
=======
Dan orang Karomah seperti itu pun di bilang KAFIR ....
Astaghfirulloh
=======
SHARE...
https://www.facebook.com/306954292811826/photos/a.493681477472439.1073741828.306954292811826/582371631936756/?type=3