MSH.31 JUL 2011.PREPOST.BAH
Kekuatan Surgawi dari Membaca “RabbunAllah”
Seri Ramadan 2011, Volume 2
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
31 Juli 2011 Fenton Zawiya, Michigan
A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,
nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`ala fii haadza 'l-masjid.
Insyaa-Allah kita akan melanjutkan dan memperdalam apa yang kita miliki di sini, sehubungan dengan ajaran Naqsybandi dan keberkahan yang telah Allah (swt) kirimkan kepada hamba-hamba-Nya. Pertama-tama, marilah kita letakkan fondasi: ma ahad ahsan min ahad, “Tidak ada orang yang lebih baik dari orang lainnya.” Allah (swt) melihat setiap orang dengan Cara-Nya sendiri dan kita tidak tahu: kalian mungkin yang menjadi syekh, kalian mungkin yang menjadi murid, dan kalian mungkin bukan apa-apa. Allah Maha Mengetahui. Berapa banyak murid yang lebih pintar daripada syekhnya, dan Allah memberi mereka kekuatan untuk mencapai kalbu manusia?
Alhamdulillah, Allah membimbing kita dan mengarahkan kita untuk berada di gerbang Sayyidina Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani (q), yang berada di gerbang gurunya, Grandsyekh `AbdAllah al-Fa'iz ad-Daghestani (q). Kami beruntung mempunyai kesempatan bersama dengan Grandsyekh dan menyaksikan hubungan antara Grandsyekh dan Mawlana Syekh, alhamdulillah, sejak 1958 sampai Grandsyekh meninggalkan dunia ini pada tahun 1973. Selama lima belas tahun kami menemani kedua syekh dan menyaksikan begitu banyak pengalaman yang berbeda dari mereka berdua. Meskipun yang satu mengikuti yang lainnya, dan beginilah jalannya sejak zaman Nabi (s) hingga zaman Imam Mahdi (as), kami melihat bagaimana mereka menunjukkan kecintaan kepada Allah (swt), dan kecintaan pada Nabi (s), dan kecintaan terhadap awliyaullah dan kecintaan pada murid-murid yang bersama mereka.
Mereka seperti roket dalam pengajaran mereka. Mereka tidak pernah kelelahan dalam menemui murid-muridnya, dan berdoa bagi mereka yang memintanya. Mereka selalu berada di Jalan yang Lurus, Shiraath al-Mustaqiim, dengan cara sedemikian rupa, di mana menurut pengetahuan dan segala yang kami lihat pada diri mereka, setiap hari ada sesuatu yang baru yang diberikan sehingga kadang kita tidak mampu mencatatnya. Mereka berdua adalah contoh guru-murid terbaik (sangat dekat dan penuh cinta), contoh seperti itu yang membuat kita selalu berusaha untuk berada di dekatnya.
Saya tidak bisa berkata apa-apa, kecuali mengucapkan syukran lillah dan alhamdulillah. “Alhamdulillah” mempunyai suatu makna dan “syukran lillah” mempunyai makna sendiri dan kedua makna tersebut mempunyai perbedaan yang besar. “Alhamdulillah” salah satu maknanya adalah mengagungkan Allah, sementara “syukran lillah” adalah berterima kasih kepada Allah. Kalian harus mengucapkan “alhamdulillah” karena itu adalah kata pertama dalam Surat al-Fatiha. Di sana Allah memuji Diri-Nya sendiri oleh Diri-Nya sendiri. Tetapi syukran lillah adalah dari `abd kepada Tuhannya. Allah tidak mengatakan “syukran lillah,” Dia mengucapkan “alhamdulillah.” Allah tidak mengatakan, "Syukran untuk-Ku," tetapi kita mengucapkan syukran. Tuhan kita berfirman:
لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
Wa la in syakartum la-aziidanakum
Jika kamu bersyukur kepada-Ku, Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. (14:7)
Jadi syukr, berterima kasih, adalah sebuah perintah bagi hamba untuk diucapkan setiap saat di dalam hidupnya, di mana Allah telah memberinya minuman di dunia ini dan minum di mana setiap orang akan merasa haus di akhirat. Jadi setiap saat, kalian harus mengucapkan “syukran lillah,” dan kalian harus mengucapkan “alhamdulillah,” yang merupakan pengagungan kepada Allah (swt).
Saya tidak pernah melihat Mawlana Syekh atau Grandsyekh mengeluh. Mereka berdua menjalani kehidupan yang sangat sederhana, dan itu menjadi tema bagi Seri Ramadan tahun ini..
Read More
Kekuatan Surgawi dari Membaca “RabbunAllah”
Seri Ramadan 2011, Volume 2
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
31 Juli 2011 Fenton Zawiya, Michigan
A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim.
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,
nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`ala fii haadza 'l-masjid.
Insyaa-Allah kita akan melanjutkan dan memperdalam apa yang kita miliki di sini, sehubungan dengan ajaran Naqsybandi dan keberkahan yang telah Allah (swt) kirimkan kepada hamba-hamba-Nya. Pertama-tama, marilah kita letakkan fondasi: ma ahad ahsan min ahad, “Tidak ada orang yang lebih baik dari orang lainnya.” Allah (swt) melihat setiap orang dengan Cara-Nya sendiri dan kita tidak tahu: kalian mungkin yang menjadi syekh, kalian mungkin yang menjadi murid, dan kalian mungkin bukan apa-apa. Allah Maha Mengetahui. Berapa banyak murid yang lebih pintar daripada syekhnya, dan Allah memberi mereka kekuatan untuk mencapai kalbu manusia?
Alhamdulillah, Allah membimbing kita dan mengarahkan kita untuk berada di gerbang Sayyidina Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani (q), yang berada di gerbang gurunya, Grandsyekh `AbdAllah al-Fa'iz ad-Daghestani (q). Kami beruntung mempunyai kesempatan bersama dengan Grandsyekh dan menyaksikan hubungan antara Grandsyekh dan Mawlana Syekh, alhamdulillah, sejak 1958 sampai Grandsyekh meninggalkan dunia ini pada tahun 1973. Selama lima belas tahun kami menemani kedua syekh dan menyaksikan begitu banyak pengalaman yang berbeda dari mereka berdua. Meskipun yang satu mengikuti yang lainnya, dan beginilah jalannya sejak zaman Nabi (s) hingga zaman Imam Mahdi (as), kami melihat bagaimana mereka menunjukkan kecintaan kepada Allah (swt), dan kecintaan pada Nabi (s), dan kecintaan terhadap awliyaullah dan kecintaan pada murid-murid yang bersama mereka.
Mereka seperti roket dalam pengajaran mereka. Mereka tidak pernah kelelahan dalam menemui murid-muridnya, dan berdoa bagi mereka yang memintanya. Mereka selalu berada di Jalan yang Lurus, Shiraath al-Mustaqiim, dengan cara sedemikian rupa, di mana menurut pengetahuan dan segala yang kami lihat pada diri mereka, setiap hari ada sesuatu yang baru yang diberikan sehingga kadang kita tidak mampu mencatatnya. Mereka berdua adalah contoh guru-murid terbaik (sangat dekat dan penuh cinta), contoh seperti itu yang membuat kita selalu berusaha untuk berada di dekatnya.
Saya tidak bisa berkata apa-apa, kecuali mengucapkan syukran lillah dan alhamdulillah. “Alhamdulillah” mempunyai suatu makna dan “syukran lillah” mempunyai makna sendiri dan kedua makna tersebut mempunyai perbedaan yang besar. “Alhamdulillah” salah satu maknanya adalah mengagungkan Allah, sementara “syukran lillah” adalah berterima kasih kepada Allah. Kalian harus mengucapkan “alhamdulillah” karena itu adalah kata pertama dalam Surat al-Fatiha. Di sana Allah memuji Diri-Nya sendiri oleh Diri-Nya sendiri. Tetapi syukran lillah adalah dari `abd kepada Tuhannya. Allah tidak mengatakan “syukran lillah,” Dia mengucapkan “alhamdulillah.” Allah tidak mengatakan, "Syukran untuk-Ku," tetapi kita mengucapkan syukran. Tuhan kita berfirman:
لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
Wa la in syakartum la-aziidanakum
Jika kamu bersyukur kepada-Ku, Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. (14:7)
Jadi syukr, berterima kasih, adalah sebuah perintah bagi hamba untuk diucapkan setiap saat di dalam hidupnya, di mana Allah telah memberinya minuman di dunia ini dan minum di mana setiap orang akan merasa haus di akhirat. Jadi setiap saat, kalian harus mengucapkan “syukran lillah,” dan kalian harus mengucapkan “alhamdulillah,” yang merupakan pengagungan kepada Allah (swt).
Saya tidak pernah melihat Mawlana Syekh atau Grandsyekh mengeluh. Mereka berdua menjalani kehidupan yang sangat sederhana, dan itu menjadi tema bagi Seri Ramadan tahun ini..